Gambaran
Umum Perusahaan
1. Company
Profile
PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap merupakan industri hilir (downstream) yang mengembangkan potensi
sumber daya alam yaitu minyak dan gas bumi di sektor pengolahan dan pemurnian.
Minyak mentah dimurnikan dan diproses menjadi berbagai produk petroleum baik
itu BBM maupun Non BBM (NBM) dan produk petrokimia lainnya. Pada bahan bakar
jenis BBM seperti premium, kerosene,
ADI/IDO, IFO diproduksi atau diolah di Fuel Oil Complexs (FOC) yang mengolah Crude Oil menjadi produk BBM. Sedangkan
untuk NBM (Non BBM) seperti gas LPG dan bahan baku minyak pelumas (base oil), minarex, slack wax, parafinnic dan aspal diproduksi di Local Oil Complexs (LOC).
2.
Sejarah
PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV
Cilacap
Berdasarkan UU No. 19/1960 tentang Pendirian Perusahaan
Negara dan UU No.44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada
tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN
Pertamina dan PN Permina. Keduanya bergerak dalam usaha eksplorasi,
eksploitasi, pengolahan, dan pemasaran/distribusi. Pada tahun 1971, muncul UU
No.8/1971 yang menetapkan penggabungan perusahaan tersebut menjadi PN
Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas
bumi negara. Salah satu upaya Pertamina dalam memenuhi kebutuhan minyak bumi
yang semakin meningkat, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang
dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah dengan
tujuan untuk mendapatkan produk BBM dan bahan dasar minyak pelumas dan aspal
(Non BBM). Sesuai dengan amanat yang tertuang pada UU No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi agar Pertamina dapat ikut serta dalam kegiatan usaha hulu
dan hilir, maka statusnya diubah menjadi Perusahaan Perseroan dengan PP No. 31
Tahun 2003.
PT Pertamina (Persero) didirikan dengan akta Notaris
Lennis Janis Ishak, SH. No. 20 Tanggal 17 September 2003 dan disahkan oleh
Menteri Hukum dan HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal
9 Oktober 2003. Pendirian perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseron Terbatas, PP No. 12
Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan PP No. 45 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 dan peralihannya
berdasarkan PP No. 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero).
Sesuai akta pendiriannya, Pertamina sebagai perusahaan
perseroan berperan untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi,
baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau
menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Adapun tujuan
dari perusahaan perseroan adalah untuk:
a.
Meningkatkan
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan secara efektif dan efisien.
b.
Memberi
kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.
Melalui Surat Ketetapan Direktur Utama
No. 53/C00000/2008-SO, Pertamina Unit
Pengolahan IV Cilacap (UP IV) berubah namanya menjadi Pertamina Refinery Unit IV Cilacap (RU IV).
Perubahan ini diharapkan dapat mempercepat transformasi Pertamina menjadi
kilang minyak yang unggul dan menuju perusahaan minyak bertaraf internasional.
Refinery Unit (RU) minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Pertamina terbagi atas 7 lokasi
yaitu:
a.
RU
I Pangkalan Brandan, Sumatera Utara dengan kapasitas 5.000 barrel/hari.*
b.
RU
II Dumai dan Sungai Pakning, Riau dengan kapasitas 170.000/hari.
c.
RU
III Plaju dan Sungai Gerong, Sumatera Selatan dengan kapasitas 135.000/hari.
d.
RU
IV Cilacap, Jawa Tengah dengan kapasitas 348.000 barrel/hari.
e.
RU
V Balikpapan, Kalimantan Timur dengan kapasitas 270.000 barrel/hari
f.
RU
VI Balongan, Jawa Barat dengan kapasitas 125.000 barrel/hari.
g.
RU
VII Kasim, Papua Barat dengan kapasitas 10.000 barrel/hari.
*) RU I
Pangkalan Brandan sejak tahun 2006 sudah tidak beroperasi lagi.
Gambar. Lokasi Refinery
Unit Pertamina di Indonesia
Sumber: PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, 2015
Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap merupakan Unit Operasi Direktorat
Pengolahan terbesar dan terlengkap hasil produksinya di Indonesia. PT Pertamina
(Persero) RU IV Cilacap merupakan salah satu dari tujuh jajaran unit pengolahan
di Tanah Air yang memiliki kapasitas terbesar yakni 348.000 barrel/hari dengan
fasilitas terlengkap.
Gambar. Pertamina
Cilacap Refinery History
Sumber: PT
Pertamina (Persero) RU IV Cilacap,
2015
Dalam
pengolahan dan pemurian minyak dan gas bumi, PT Pertamina (Persero) RU IV
Cilacap menghasilkan produk-produk antara lain:
1.
Produk
BBM
a.
Bensin
(motor gasoline)
Bensin
merupakan bahan bakar jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih produk
hasil percampuran dari berbagai komponen naphta
yang dihasilkan unit-unit proses kilang mempunyai titik didih 30-225oC.
Bensin umunya digunakan sebagai BBM kendaraan bermotor seperti mobil, sepeda
motor, dan lain-lain.
b.
Kerosene
Kerosene disebut juga dengan nama minyak tanah adalah bahan bakar
minyak distilat, tidak berwarna, dan jernih. Penggunaan Kerosene pada umumnya
adalah untuk keperluan bahan bakar di rumah tangga, tetapi pada beberapa
industri memerlukan juga kerosene
untuk beberapa peralatan pembakarannya. Pertamina sesuai kebijakan Pemerintah
membatasi pemakaian kerosene untuk
keperluan industri (hanya dengan izin khusus).
c.
ADO
Gas
Oil adalah bahan bakar jenis distilat yang digunakan untuk mesin compression ignition. Penggunaan BBM ini
untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel
dengan putaran tinggi (>1.000 rpm).
d.
IDO
Minyak diesel adalah bahan bakar jenis distilat yang mengandung fraksi-fraksi
berat atau merupakan campuran dari distilat fraksi ringan dan fraksi berat (residual fuel oil) dan berwarna hitam
gelap, tetapi tetap cair pada suhu yang rendah. Minyak diesel umumnya digunakan untuk bahan bakar mesin diesel dengan putaran sedang atau lambat
(300-1.000 rpm).
e.
IFO
Minyak bakar ini lebih kental
dibandingkan minyak diesel pada
umumnya dan mempunyai tingkat pour point
yang tinggi di banding dengan minyak diesel.
Penggunaan minyak bakar ini umumnya untuk bahan bakar pembakaran langsung
dapur-dapur industri besar, pembuat steam
dalam pembangkit listrik dan penggunaan lainnya yang memerlukan perhatian yang
lebih dari aspek ekonomisnya. Minyak ini juga sering dikenal sebagai bahan
bakar kapal.
2.
Produk
NBM
a.
Lube base oil (Minyak Dasar Pelumas)
Produk minyak dasar pelumas dipasarkan di
dalam dan di luar negeri. Bahan dasar pelumas inilah yang kemudian dicampur dan
ditambahkan aditif sehingga menjadi pelumas dengan merek dagang yang banyak
ditemui di pasaran.
b.
Slack Wax
Slack wax yang diproduksi sebesar 330 ton/hari dari Slack Wax SPO, Slack Wax LMO, Slack Wax
MMO dan Slack Wax DAO. Slack Wax digunakan sebagai bahan adhesive untuk seal document, lilin, kosmetik baik untuk cold cream, vanishing cream,
emollient cream, protective cream, sun screen
cream, lipstick, cream rough, eyebrow pencil maupun
untuk shaving cream. Selain itu Slack Wax digunakan sebagai bahan untuk
keperluan tinta cetak, tinta kertas maupun karbon, electrolit condenser, finishing
barang yang terbuat dari kulit, dan industri kertas.
c.
Asphalt
Jenis Aspal RU IV adalah Penetrasi 60/70 dan Penetrasi 80/100 yang dipasarkan dalam bentuk bulk (curah) maupun drum.
Untuk kebutuhan skala kecil, saat ini telah tersedia aspal dengan kemasan
karton 5, 10, 20 dan 25 kg. Aspal RU IV digunakan untuk pengaspalan jalan
berbagai kelas dan pembuatan landasan pesawat terbang yang berfungsi sebagai
perekat, bahan pengisi, dan bahan kedap air. Selain itu produk aspal ini juga
dimanfaatkan sebagai bahan pelindung/coating
anti karat, isolasi listrik, bahan kedap suara atau penyekat suara dan getaran
bila dipakai untuk lantai. Kilang RU IV Cilacap satu-satunya penghasil produk
aspal di Indonesia.
d.
Pertamina Extract (Minarex)
Proses ekstraksi di LOC I, II, dan III
tidak hanya menghasilkan minyak dasar pelumas, parafinic oil, asphalt,
dan IFO tetapi juga menghasilkan extract
Product yang diberi nama Pertamina Extract
(Minarex). Jenis produk Minarex yang diproduksi oleh RU IV
adalah Minarex-A, Minarex-B, dan Minarex-H. Secara umum, produksi Minarex RU IV digunakan untuk memenuhi kebutuhan processing oil pada Industri barang
karet, ban, dan tinta cetak. Minarex
sebagai sebagai “processing aid”
berperan penting dalam pembuatan komponen karet pada industri barang karet dan
ban karena dapat memperbaiki proses pelunakan dan pemekaran karet, dan
menurunkan kekentalan komponen karet. Sedangkan Minarex yang digunakan sebagai “Secondary
Plasticizer” pada industri PVC untuk substitusi DOP (Dioptyl Phithalate) sangat menguntungkan, karena dapat menurunkan
kekentalan, homogenitas komponen menjadi lebih baik dan produk akhir lebih
fleksibel/lentur. Pada industri cetak, minarex
digunakan sebagai pelarut sehingga kualitas tinta yang dihasilkan menjadi lebih
baik.
e.
LPG
(Liquifed Petroleum Gas)
Produk ini
dipasarkan di dalam negeri dan dimanfaatkan untuk kebutuhan gas rumah tangga,
misalnya untuk memasak.
f.
Paraffinic Oil
Paraffinic
oil produksi Pertamina
RU IV Cilacap merupakan processing oil
dari jenis Paraffinic Hydrocarbon, Nepthenic, dan sedikit Aromatic Hydrocarbon. Paraffinic
Oil yang dipasarkan Pertamina terdiri dari Paraffinic 60 dan Paraffinic
95. Paraffinic 95 merupakan fraksi
yang lebih berat daripada Paraffinic
60 sehingga warnanya lebih pekat. Paraffinic
oil umumnya digunakan sebagai processing
oil pada produksi karet jadi yang berwarna terang, yaitu sebagai bahan
kimia pembantu pada industri penghasil bahan karet seperti ban kendaraan
bermotor, tali kipas, dan suku cadang kendaraan serta processing oil dan extender
untuk polimer karet alam dan karet sintetis.
3.
Produk
Petrokimia
Bahan-bahan petrokimia diproduksi oleh
Kilang Paraxylene Cilacap yang
menghasilkan 590.000 ton/tahun produk dengan produk utama paraxylene dan benzene
serta produk sampingan raffinate, heavy aromate, dan toluene.
a.
Paraxylene
Produk paraxylene RU IV sebagian diekspor ke
luar negeri bersama dengan benzene
dan sebagian lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku di RU III di
Plaju untuk kemudian diolah menjadi Purified
Therepthalic Acid (PTA) yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku bagi industri tekstil.
b.
Benzene
Benzene dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri
Petrokimia. Produk ini tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik,
seluruhnya diekspor ke luar negeri.
c.
Raffinate
Produk ini
dimanfaatkan untuk blending premium
dan selama ini dipasarkan di dalam negeri.
d.
Heavy Aromate
Kapasitas produksi Heavy Aromate adalah 11.461 ton/tahun. Produk ini dimanfaatkan
sebagai solvent dan dipasarkan di
dalam negeri dalam bentuk cair.
e.
Toluene
Produk Toluene cair yang diproduksi Pertamina dipasarkan di dalam negeri. Produk ini dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk
pembuatan TNT (bahan peledak), solvent,
pewarna, pembuatan resin, dan juga untuk bahan parfum, pembuatan plasticizer, dan obat-obatan.
3. Lokasi dan Tata Letak
PT Pertamina (Persero) Refinery
Unit IV Cilacap berlokasi di
Jalan MT.Haryono Nomor 77,
Lomanis, Cilacap,
Jawa Tengah - Indonesia 53221.
Kilang PT Pertamina (Persero) RU IV dibangun di
Cilacap dengan luas area total
526,71 Ha yang lengkap dengan sarana dan prasarana yang ada. Tata
letak
kilang
minyak Cilacap
beserta sarana
pendukung
yang
ada adalah sebagai berikut:
1. Area Kilang
Minyak dan Kantor : 203,19 ha
2. Area Terminal
dan Pelabuhan : 50,97 ha
3. Area Pipa
Track dan
Jalur Jalan : 12,77 ha
4. Area Perumahan dan Sarananya : 100,80 ha
5. Area Rumah sakit
dan Lingkungannya : 10,27 ha
6. Area Lapangan Terbang : 70 ha
7. Area Paraxylene : 9 ha
8. Sarana Olah Raga
atau Rekreasi : 69,71 ha +
Total
526,71 ha
4.
Visi
dan Misi PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
a.
Visi:
“Menjadi kilang minyak dan petrokimia yang unggul di Asia pada tahun 2020”.
b. Misi: “Mengolah minyak bumi menjadi produk BBM, non BBM,
dan Petrokimia untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan, dengan tujuan
memuaskan stakeholder melalui
peningakatan kinerja perusahaan secara profesional, berstandar internasional,
dan berwawasan lingkungan”.
Tata Nilai PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, dalam
mencapai visi dan misinya, Pertamina berkomitmen untuk menerapkan tata nilai
sebagai berikut :
Gambar. Tata Nilai 6C Pertamina
Sumber: PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, 2015
a. Clean (Bersih), dikelola secara profesional, menghindari
benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan
integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.
b. Competitive
(Kompetitif), mampu
berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan
melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
c. Confident (Percaya Diri), berperan dalam pembangunan ekonomi
nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan
bangsa.
d. Customer
Focused (Fokus pada
Pelanggan), berorientasi pada kepentingaan pelanggan, dan berkomitmen untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
e. Commercial (Komersial), menciptakan nilai tambah dengan orientasi
komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
f. Capable (Berkemampuan), dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang
profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen
dalam membangun riset dan pengembangan.
5.
Struktur
Organisasi
Struktur organisasi PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
berada di bawah tanggung jawab Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero).
Dalam kegiatan operasional RU IV dipimpin oleh General Manager sebagai koordinator. Struktur organisasi yang
berada di bawah pimpinan General Manager
RU IV Cilacap:
1)
Senior Manager Operation and Manufacturing
2)
Manager Engineering and Development
3)
Manager Legal & General Affairs
4)
Manager Health, Safety Environment
5)
Manager Procurement
6)
Manager Reliability
7)
Koordinator OPI
8)
Manager SPID
(Hirarki ke Pusat)
9)
Manager Marine Region IV (Hirarki ke Pusat)
10) Manager
Refinery Finance Offsite Support Region III (Hirarki ke Pusat)
11) Manager
Human Resource Area (Hirarki ke
Pusat)
12) Director
of Hospital Cilacap
13) IT Area Manager
RU IV Cilacap
Sedangkan Senior
Manager Operation and Manufacturing membawahi 6 manajer, yaitu :
1)
Manager Production I
2)
Manager Production II
3)
Manager Refinery Planning and Optimation
4)
Manager Maintenance Planning and Support
5)
Manager Maintenance Execution
6)
Manager Turn Around
6.
Pengorganisasian
Kerja (Pengaturan waktu kerja, shift kerja)
Jam kerja pada PT
Pertamina (Persero) RU IV Cilacap telah disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan, yaitu 40 (empat puluh) jam per minggu.
PT Pertamina
RU IV, memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memperoleh cuti sebanyak 12
hari kerja untuk pekerja yang telah bekerja selama minimal 1 tahun dan 25 hari
kerja untuk pekerja yang telah bekerja
lebih dari 3 tahun. Kerja lembur di PT Pertamina RU IV, dilakukan untuk
menggantikan jam kerja pekerja yang sedang cuti. Pelaksanaan kerja lembur
dilaksanakan selama 1 periode shift
kerja, oleh pekerja shift libur untuk
menggantikan jam kerja pekerja lain yang sedang cuti. Pengaturan kerja lembur
secara bergilir dengan upah lembur yang telah diperhitungkan.
Gambar. Blok Konfigurasi
Kilang
Sumber: Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, 2015
Pembangunan kilang minyak di Cilacap dengan maksud untuk
menghasilkan produk BBM dan NBM untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri
yang semakin meningkat dan mengurangi suplai BBM dari luar negeri. Kilang ini
bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan
BBM di Pulau Jawa. Selain itu, kilang ini merupakan satu-satunya kilang di
Tanah Air yang memproduksi Aspal dan base
oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pembangunan
kilang minyak di RU IV Cilacap terus berkembang yaitu Kilang Minyak I, Kilang
Minyak II, dan Kilang Paraxylene.
Gambar. Diagram Proses FOC I & LOC I/II/II
Sumber: Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, 2015
Kilang minyak I mulai dibangun tahun 1974 dan mulai
beroperasi 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang I
ini dirancang oleh Shell International
Petroleum Maatschappij (SIPM). Kontraktor dipegang oleh Flour Eastern Inc.
yang dibantu oleh beberapa subkontraktor dari perusahaan Indonesia dan asing.
Pengawas pelaksana proyek adalah Pertamina.
Kilang I kapasitas semula 100.000 barrel/hari. Sejalan
dengan peningkatan kebutuhan konsumen, pada tahun 1998/1999 ditingkatkan
kapasitasnya melalui Debottlenecking
Project Cilacap (DPC) sehingga menjadi 118.000 barrel/hari. Kilang ini
dirancang untuk memproses minyak mentah dari Timur Tengah, Arabian Light Crude (ALC), Iranian
Light Crude (ILC), dan Basrah Light
Crude (BLC). Pemilihan bahan baku minyak
mentah dari Timur Tengah dengan maksud selain mendapatkan produk BBM sekaligus
untuk mendapatkan produk NBM yaitu bahan dasar minyak pelumas (Lube Oil Base) dan aspal yang sangat
dibutuhkan di dalam negeri. Pilihan mengolah minyak dari Timur Tengah dikarenakan
karakter minyak dalam negeri tidak bisa menghasilkan bahan dasar pelumas dan
aspal.
Kilang Minyak I
meliputi:
1)
Fuel Oil Complex (FOC I) untuk memproduksi BBM (Premium, Kerosene,
ADI/IDO, dan IFO ).
Tabel 1. Fuel Oil Complex (FOC I)
Bahan Baku
|
Arabian Light Crude, Iranian
Light Crude, Basrah Light Crude
|
Produk
|
Refinery Fuel Gas, Gasoline atau Premium, Kerosene atau Avtur, Solar atau ADO, Industrial Diesel Oil, Industrial
Fuel Oil
|
2)
Lube Oil Complex (LOC I) menghasilkan produk NBBM (LPG, Base Oil, Minarex, Slack Wax, Parafinic, dan
Asphalt)
Tabel 2. Lube Oil Coplex (LOC I)
Bahan Baku
|
Residu FOC I
|
Produk
|
HVI 60, Minarex A dan B, HVI
95, Slack Wax, Propane Asphal, Asphalt,
Parafinic
|
3)
Utilities Complex (UTL) menyediakan semua kebutuhan fasilitas dari
unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system.
4)
Offsite Facilities
b. Kilang
Minyak II
Sumber: Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, 2015
Pembangunan
kilang minyak II dimulai pada tahun 1981 dan mulai beroperasi setelah
diresmikan pada tanggal 4 Agustus 1983. Kilang minyak ini merupakan perluasan
dari kilang minyak I. Perluasan ini dilakukan mengingat konsumsi BBM yang
menjadi tidak seimbang lagi dengan produksi yang ada. Sementara untuk memenuhi
kebutuhan tersebut mengharuskan minyak mentah dalam negeri diolah di kilang
luar negeri dan masuk ke Indonesia dalam jenis BBM tertentu. Pola pengadaan
demikian merupakan suatu pemborosan yang dapat menganggu kestabilan ekonomi
nasional. Dengan alasan tersebut, maka pemerintah memandang perlu mengadakan
perluasan kilang Cilacap.
Kilang minyak ini dirancang untuk mengolah minyak mentah
domestik yang memiliki kadar sulfur rendah daripada Arabian Light Crude dan merupakan campuran 80% Arjuna Crude Oil dan 20% Attaka
Crude Oil dan dalam perkembangannya mengolah minyak mentah Cocktail Crude. Kapasitas awal kilang
minyak II adalah 200.000 barrel/hari. Sejalan dengan dilaksanakannya Debottlenecking Project Cilacap (DPC)
1998/1999, maka kapasitas menjadi 230.000 barrel/hari. Perluasan kilang II ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) untuk Fuel Oil Complex. Shell International
Petroleum Maatschappij (SIPM) untuk Lube
Oil Complex, dan Fluor Eastern Inc. untuk
Offsite Fasilities termasuk Utilities dengan kontraktor utamanya
adalah Fluor Eastern Inc. dan
subkontraktornya perusahaan-perusahaan nasional.
1)
Fuel Oil Complex II (FOC II)
Tabel
3. Fuel Oil Complex II
Bahan Baku
|
Arjuna Crude (80%), Attaka Crude (20%)
|
Produk
|
Refinery Fuel Gas, Gasoline atau Premium, Naphta, IFO , Propane, Industrial Fuel Oi,
HDO atau LDO, LPG.
|
2)
Lube Oil Complex II (LOC II)
Tabel
4. Lube Oil Complex II
Bahan Baku
|
Residu FOC II
|
Produk
|
HVI 95, Minarex H, HVI 160S, Slack Wax, Propane Asphalt
|
3)
Lube Oil Complex III (LOC III)
Tabel
5. Lube Oil Complex III
Bahan Baku
|
Distilat LOC I dan LOC II
|
Produk
|
HVI 65, HVI 160S, HVI 100, Propane
Asphalt, Slack Wax, Minarex
|
4)
Utilities Complex II (UTL II) yang fungsinya sama dengan UTL I
c. Kilang
Paraxylene Complex (KPC)
Gambar 12. Blok Diagram Paraxylene
Sumber: Pertamina (Persero) RU IV
Cilacap, 2015
Keberadaan bahan baku naphta
yang cukup, sarana pendukung berupa
dermaga, tangki, dan Utilities, serta
peluang pasar domestik dan luar yang terbuka lebar, menyebabkan Pertamina RU IV
Cilacap membangun Kilang Paraxylene.
Kilang yang dirancang oleh Universal Oil
Product (UOP) ini dibangun pada tahun 1988 oleh kontraktor Japan Gasoline Corporation (JGC) dan
memulai operasinya setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20
Desember 1990.
Tujuan pembangunan kilang ini adalah untuk mengolah naphta dari FOC II menjadi produk-produk
petrokimia yaitu Paraxylene dan benzene sebagai produk utama, dan raffinate, heavy aromate, toluene, dan
LPG sebagai produk sampingan. Total kapasitas produksi dari kilang ini adalah
270.000 ton/tahun. Pertamina RU IV Cilacap semakin penting dengan adanya Kilang
Paraxylene karena dengan mengolah naphta 590.000 ton/tahun menjadi produk
utama Paraxylene, benzene, dan produk
samping lainnya, menyebabkan Pertamina RU IV Cilacap menjadi satu-satunya unit
pengolahan minyak bumi di Indonesia yang terintegrasi dengan industri
petrokimia.
Paraxylene yang
dihasilkan sebagian digunakan sebagai bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat aromatik di Plaju,
Sumatera Selatan dan diekspor ke luar negeri. Hal ini merupakan suatu bentuk
usaha penghematan devisa sekaligus sebagai usaha peningkatan nilai tambah
produksi kilang BBM. Sedangkan, seluruh benzene
yang dihasilkan diekspor keluar negeri. Produk-produk sampingan dari kilang ini
dimanfaatkan lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
d. Kilang
LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU)
Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SOX
pada gas buang. Demi terlaksananya komitmen terhadap lingkungan tersebut, maka
pada tanggal 27 Februari 2002, Pertamina RU IV Cilacap membangun kilang SRU
dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan
unit penunjang. Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV,
khususnya SO2 sehingga emisi yang dibuang ke udara lebih ramah
lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari
berbagai unit di RU IV menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan condesate.
Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain Gas Treating Unit, LPG Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail
Gas Unit, dan Refrigeration.
Umpan pada Gas Treating Unit terdiri
dari 9 Stream Sour Sas yang
sebelumnya seluruh Stream Gas ini
hanya dikirim ke Fuel Gas System
sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di flare.
Dengan adanya unit LPG Recovery pada
kilang SRU ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dari Stream
Treated Gas.
Gambar. Blok Diagram LPG dan Sulphur Recovery Unit
Sumber: PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, 2015
Dengan melakukan treatment
terhadap 9 Stream Sour Gas dengan
jumlah total sebesar 600 metrik ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair
sebanyak 59-68 metrik ton/hari, produk LPG sebanyak 28-103 metrik ton/hari.
Sedangkan hasil atas berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah
dari unit LPG Recovery akan
dikirimkan keluar sebagai fuel system.
e. Debottlenecking Project Cilacap (DPC)
Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan di
Indonesia, kebutuhan akan BBM, minyak pelumas, dan aspal juga meningkat.
Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pertamina merealisasikan
Proyek Debottlenecking RU IV Cilacap
yang dibangun pada awal 1996 dan mulai beroperasi pada awal Oktober 1998.
Sebenarnya kegiatan perencanaan proyek ini sudah dimulai sejak tanggal 16
Desember 1995 dan yang bertindak sebagai pelaksana Engineering, Precurement and Construction (EPC) Contract adalah Flour Daniel. Perancang dan pemilik lisensi untuk Lube Oil Complex adalah Shell International Petroleum Maatschappij
(SIPM).
Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) untuk
peningkatan kapasitas operasional PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, telah
berhasil dilaksanakan dengan modernisasi intrumentasi kilang yang meliputi unit
pada FOC I, FOC II, Utilities I, Utilities II, LOC I, dan LOC II.
Modernisasi intrumentasi tersebut juga ditambah dengan dioperasikannya Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan Utilities II serta beroperasinya LOC III. Keadaan ini secara
otomatis meningkatkan kapasitas operasional PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.
Pendanaan Debottlenecking Cilacap Project (DCP)
berasal dari pinjaman 29 bank dunia yang dikoordinasikan oleh CITICORP dengan
penjamin US Exim Bank. Dana yang
dipinjam sebesar US$633 juta dengan pola Tyrustee
Borrowing Scheme. Sedangkan, sistem penyediaan dananya adalah Non Recourse Financing artinya
pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh
proyek sehingga dana pinjaman tersebut tidak membebani anggaran pemerintah
maupun cash flow PT Pertamina
(Persero) RU IV Cilacap.
Tenaga kerja
tambahan untuk Debottlenecking Cilacap
Project (DPC) sebagian besar diambil dari tenaga lokal dan hingga pada
puncak penyelesaian proyek mencapai sekitar 3000 orang, yang terdiri dari
tenaga kerja lokal, nasional, dan asing. Area untuk pembangunan Lube Oil Complex III seluas 6.8 hektar
dengan perincian 4.3 hektar untuk pembangunan kilang LOC III dan 2.5 hektar
untuk pembangunan tangki produk. Area ini diambil dari sisa area rencana
perluasan pabrik. Fasilitas untuk melindungi lingkungan dari pencemaran pun
ditambah dengan modifikasi peralatan yang ada serta penambahan peralatan baru.
C.
Objektivitas K3 dan Program-program K3
Program peningkatan SDM dilakukan melalui beberapa metode yaitu dengan
mengadakan pelatihan K3, penyuluhan, ceramah atau promosi, penugasan khusus,
pendekatan psikologi, motivasi, penyediaan dan pengenalan alat pelindung diri,
pengawasan langsung, instruksi kerja dan safety
talk, inspeksi atau pemeriksaan secara rutin, penerapan peraturan dan
prosedur kerja, sistem izin kerja (work
permit system), pengumuman dan petunjuk khusus, perawatan dan testing peralatan secara rutin,
pemasangan tanda-tanda bahaya, pemakaian alat-alat keselamatan, identifikasi
dan analisis bahaya, perancangan design
sesuai standar keselamatan, perawatan mencegah kegagalan (trouble shooting), perancangan design alat-alat pengaman,
perancangan design yang ergonomis,
prosedur tanggap darurat, pelaksanaan rescue
& salvage, pelaksanaan P3K,
penyelidikan kecelakaan (investigasi), over
haul dan shut down, serta
pelaporan kecelakaan dan pencatatan (record).
1. Implementasi
dan Operasi
a.
Struktur
organisasi Health Safety and Environment (HSE)
terdiri dari Safety
Section, Fire and Insurance Section,
Environmental Section, Occupational Health Section.
Job Description:
1)
Safety Section (Keselamatan Kerja), fungsi Safety
Section adalah merencanakan, mengatur, menganalisa, dan mengkoordinasikan
pelaksanaan kegiatan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna
tercapai kondisi kerja yang aman. Melalui penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Proses (MKP) atau Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3). Tanggung jawab dan tugasnya adalah:
a)
Mengkoordinasikan
pelaksanaan kegiatan Pengawasan, Safety
Inspection dan monitoring lingkungan kerja untuk tercapainya kondisi
operasi perusahaan yang aman dan nyaman serta Kegiatan Promosi K3 (Safety Campaign) dan Bulan Budaya K3.
b)
Mengkoordinir
kegiatan pembuatan, pemasangan atau penempatan dan evaluasi rambu-rambu lalu
lintas, safety sign, safety poster.
c)
Mengkoordinasikan,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan penerapan elemen-elemen
Sistem MKP atau SMK3 diseluruh kegiatan RU IV.
d)
Inventarisasi
terhadap pengenalan, identifikasi dan pengendalian bahaya pada kegiatan operasi
kilang melalui (Hazops, HIRAC, JSA, MOC dll)
e)
Mengkoordinasikan,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan peningkatan Budaya K3
melalui kegiatan Intervensi: Personal
Protective Equipment (PPE), Permit To
Work (PTW) dan Safety Walk And Talk
(SWAT).
f)
Mengkoordinasikan,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan Safety Inspection: Supervisory
Joint Inspection, Inspeksi Migas, MWT,
Asuransi dan monitoring RTL hasil
temuannya.
g)
Mengkoordinasikan,
merencanakan dan melaksanakan
Penyelidikan serta analisa kecelakaan kerja serta monitoring RTL.
h)
Kerjasama
dengan Instansi atau Institusi Pemerintah dalam hal penerapan peraturan
perundang - undangan K3, perizinan, audit K3 dan Sertifikasi OHSAS 18001.
i)
Mengkoordinasikan,
merencanakan, dan mengevaluasi kegiatan
Kesiapsiagaan Penanggulangan Keadaan Darurat oleh Safety Section dan tim rescue
dalam hal kebakaran, tumpahan minyak, kegagalan tenaga (black out) secara cepat dan tepat yang disosialisasikan secara
menyeluruh.
j)
Mengkoordinasikan,
merencanakan, dan mengevaluasi kegiatan
implemetasi P2K3 atau Safety Commitee
dan Safety Meeting.
k)
Merencanakan,
Mengimplementasikan dan mengevaluasi kegiatan Contractor Safety Managemen System (CSMS).
l)
Mengkoordinir,
merencanakan dan mengevaluasi, pemegang
otorisasi izin kerja serta menetapkan daerah otorisasi Gas Safety Inspector.
2)
Fire & Insurance Section, fungsi Fire and
Insurance Section adalah mengkoordinasikan, merencanakan, menganalisa, dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran,
adapun tugasnya adalah:
a)
Mengkoordinir
kegiatan pencegahan & penanggulangan kebakaran, meliputi penyiapan sarana
atau peralatan yang handal dan pengetesan sarana Penanggulangan kebakaran.
b)
Mengkoordinir
dan memimpin pelaksanaan operasional pencegahan atau penanggulangan kebakaran
& keadaan darurat di area operasi RU IV.
c)
Pengawasan
kegiatan pelaksanaan performance test
sarana atau peralatan pepenanggulangan kebakaran, meliputi: Fire Water Pump, Halon System, Fire Water Sprinkler bersama fungsi
terkait.
d)
Mengkoordinasikan, merencanakan, menganalisa,
mengevaluasi pengelolaan risiko (asuransi) serta mendukung tersedianya sarana
penanggulangan kebakaran yang handal dan tepat guna.
e)
Memimpin
dan melaksanakan penyelidikan atau investigasi awal sebab terjadinya kebakaran
sebagai bahan untuk investigasi lanjutan.
f)
Mengkoordinir
pelaksanaan RTL dan mengevaluasi hasil temuan atau rekomendasi pihak asuransi
dengan fungsi terkait.
g)
Melaksanakan
peningkatan kemampuan personil dan kompetensi pekerja Fire & Insurance Section
melalui pelatihan atau training, latihan simulasi Pre Fire Planning maupun General
Fire atau Emergency Drill
sehingga trampil dan profesional.
3)
Environmental Section,
fungsi perlindungan lingkungan adalah mengkoordinasikan,
evaluasi, pengawasan dan pengembangan program dan peraturan aspek lingkungan,
termasuk pengelolaan dan pengolahan limbah, pemantauan lingkungan dan waste minimization atau reduction untuk menunjang tercapainya
lingkungan kerja yang bersih, aman, dan nyaman serta meminimalkan dampak
lingkungan akibat operasional kilang guna memenuhi ketentuan atau standar (baku
mutu) yang telah ditetapkan. PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap merupakan
salah satu pelopor “Green Factory” di
Indonesia, hal ini ditunjukan dengan diperolehnya sertifikasi ISO 14001 yang
mengedepankan sistem Manajemen Lingkungan. Untuk menghindari adanya keluhan
dari masyarakat terhadap dampak limbah yang dihasilkan proses baik cair maupun
gas maka PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, menyediakan sarana lindungan
lingkungan antara lain Sour Water
Striper, Corrugated Palte Interceptor, Holding Basin, dan Waste Water Treatment (WWT), Stack atau Cerobong Asap, Flare, Silcencer, Fin Fan Cooler,
Groyne dan lain-lain, sehingga dampak
lingkungan dapat diminimalkan, yaitu:
a)
Sour Water Stripper
Merupakan sarana untuk
memindahkan gas-gas beracun dari air bekas proses sebelum dibuang ke laut.
b)
Corrugated Plate Interceptor
Merupakan sarana untuk
mengurangi dan memisahkan minyak yang terbawa dalam air buangan.
c)
Holding Basin dan Waste Water Treatment (WWT)
Merupakan sarana
mengembalikan atau memperbaiki kualitas air buangan, terutama mengembalikan kandungan
oksigen dan menghilangkan kandungan minyak untuk mengurangi kadar minyak dalam
air buangan.
d)
Stack atau cerobong asap yang tinggi untuk
mengurangi pencemaran udara sekitar.
e)
Flare,
adalah cerobong asap/api untuk meniadakan pencemaran udara sekeliling.
f)
Silencer,
merupakan sarana untuk mengurangi kebisingan.
g)
Fin Fan Cooler,
untuk mengurangi penggunaan air sebagai media pendingin dan mengurangi
kemungkinan pencemaran pada air buangan.
h)
Groyne, merupakan sarana pelindung pantai dari kikisan
gelombang laut.
4)
Occupational Health Section (OH), fungsi Occupational
Health Section adalah melaksanakan kegiatan identifikasi, antisipasi, pengendalian potensi bahaya kesehatan kerja, dan promosi
kesehatan kerja di tempat kerja guna terpeliharanya lingkungan kerja yang
sehat, aman, dan nyaman dalam rangka perlindungan tenaga kerja serta
peningkatan produktivitas kerja tenaga kerja. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh unit ini meliputi:
a)
Mengarahkan,
mengawasi, mengevaluasi, membina, mengembangkan dan mengkoordinasikan kegiatan
antisipasi, rekognisi, evaluasi dan control
potensi bahaya Kesehatan Kerja sehingga dipastikan tetap tercipta lingkungan
kerja yang sehat, aman dan nyaman dalam rangka perlindungan dan produktifitas
pekerja.
b)
Mengarahkan,
mengawasi, mengevaluasi, membina, mengembangkan dan mengkoordinasikan kegiatan
pengendalian potensi bahaya Kesehatan Kerja dan promosi Kesehatan Kerja dengan
tujuan tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman dalam rangka
perlindungan dan produktifitas pekerja.
c)
Membangun
hubungan kerjasama dengan Fungsi atau Bagian terkait dalam memberikan pembinaan
dan pengawasan lingkungan kerja sehingga pekerja dan mitra kerja dapat bekerja
dengan sehat, aman dan nyaman sehingga terhindar dari penyakit umum dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK).
d)
Memberikan
saran atau rekomendasi kebiasaan atau perilaku hidup sehat pada pekerja dan
mitra kerja dengan melakukan health &
safety talk, penyuluhan atau pendidikan kesehatan pada Fungsi atau Bagian
terkait sehingga budaya sehat di tempat kerja dapat tercapai.
e)
Memberi
saran atau rekomendasi mengenai perencanaan, pemilihan dan pengadaan,
pendistribusian serta pemeliharaan termasuk kalibrasi sarana dan peralatan
Higiene Industri agar hasil pemantauan lingkungan kerja akurat.
f)
Menindaklanjuti
evaluasi hasil pemeriksaan Kesehatan Berkala yang dilaksanakan oleh Fungsi Medical (Poli Kilang, PHC) terkait
ataupun lainnya dihubungkan dengan potensi bahaya kesehatan kerja jika
ditemukan suatu kelainan sehingga pekerja dapat terhindar dari pengaruh potensi
bahaya tersebut.
g)
Memantau,
mengawasi dan mengevaluasi up-dating dan sosialisasi Material Safety Data Sheets (MSDS)
sehingga MSDS dipastikan dipahami oleh pekerja yang terkait
h)
Mengkoordinir
pelaksanaan evaluasi kegiatan pengawasan Higiene Industri di seluruh area kerja
yang meliputi kegiatan penyehatan lingkungan kerja (seperti ventilasi industri,
pest and rodent control), pengawasan house
keeping, kantin atau ruang makan, toilet
dan sampah domestik.
i)
Mengkoordinasikan,
merencanakan kegiatan penerapan SMK3, Inspeksi Hygiens Industrial, dan
melakukan monitoring rencana tindak lanjut hasil temuan Audit SMKK, Inspeksi
Kesehatan Kerja.
j)
Monitoring
lingkungan kerja terhadap potensi bahaya fisika, bahaya kimia dan bahaya
biologi.
b.
Penghargaan
bidang K3
1)
Kualitas
Implementasi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap berjalan dengan baik sehingga
memperoleh penghargaan Zero Accident,
sertifikat ISO 14001;2004, Sertifikat OHSAS 18001:2007, Process Safety Management (PSM), serta PROPER Hijau dari
Kementerian Lingkungan Hidup.
2)
Kuantitas
a)
Mendapatkan 3 kali dalam memperoleh penghargaan Sword of Honor dari British
Safety Council, London dan Sertifikat ISO 14001 mengenai Sistem Manajeman
Lingkungan dari PT TUV Jerman.
b)
Mendapatkan ISO 17025 tentang Laboratorium (Production
II) dan Laboratorium Kalibrasi (Maintenance Exc atau Workshop) oleh Komite Akreditasi Nasional.
c)
Mendapatkan
Sistem Managemen Pengaman (SMP) perkap No. 024/2007 oleh Sucofindo
d)
Mendapatkan
Pertamina Quality Award (PQA) oleh
MBQA
e)
Mendapatkan
Penghargaan Patra Karya Raksa Madya dari entri Pertambangan dan Energi Republik
Indonesia.
c.
Program-program
K3
1)
Safety Meeting
Safety Meeting adalah program yang wajib dilaksanakan 1 bulan sekali untuk mengontrol
kerja tim di bagian HSE PT Pertamina RU IV Cilacap dan dihadiri oleh seluruh
pekerja HSE PT Pertamina RU IV Cilacap untuk membahas temuan yang diperoleh oleh tim HSE di lapangan dan
membahas tindak lanjut agar dapat dilakukan perbaikan segera.
2)
Rapat
Koordinasi
Rapat koordinasi
dihadiri anggota HSE Department dengan manager seluruh departemen di PT
Pertamina RU IV Cilacap untuk membicarakan temuan hasil pekerjaan dari tiap-tiap
departmen selama 1 minggu kemudian dibahas pada rapat koordinasi ini termasuk
hasil temuan tim HSE mengetahui kekurangan-kekurangan kinerja dan permasalahan
yang berkaitan dengan keselamatan kerja agar dapat segera melakukan perbaikan.
3)
Safety Induction
Safety Induction adalah training yang diberikan pada para tamu perusahaan
yang berkepentingan sebelum memasuki area PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
dan diberikan pada pekerja sebelum memulai pekerjaan terutama pekerjaan yang
berisiko tinggi serta saat dilakukan kick
of meeting suatu pekerjaan kontrak khusus.
4)
Inspeksi
Terencana
Inspeksi yang terencana dapat memberikan
informasi penting tentang kondisi fisik berbagai perlengkapan dan fasilitas
utama. Apabila dilaksanakan secara sistematis dan konsisten, inspeksi terencana
dapat memberikan sumbangan berarti bagi pencegahan kerugian secara proaktif.
Inspeksi keselamatan kerja di PT Pertamina (persero) RU IV Cilacap dibagi
menjadi beberapa jenis, antara lain :
a)
Joint Safety Inspection
Joint Safety Inspection adalah bentuk kerja sama lintas fungsi yang berkaitan
dengan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan.
b)
Inspeksi
Bulanan
Inspeksi
dilaksanakan sebagai fungsi pengawasan untuk menciptakan tempat kerja yang aman dan memonitor sejauh mana para pekerja
mentaati peraturan keselamatan kerja.
c)
Inspeksi
Peralatan
Untuk
menjamin bahwa semua peralatan diperiksa dan diyakinkan kondisinya aman untuk
bekerja di area kilang untuk kemudian diberi
Safety Tag (stiker) yang berati sudah laik pakai.
d)
Inspeksi
Kendaraan (Izin Masuk Kilang)
Jenis kendaraan yang diizinkan masuk area
kilang adalah : pick up, truck, tank car, trailler dan alat
berat, bus. Selain itu standar yang
harus dipatuhi yaitu kendaraan yang masuk area kilang harus dalam kondisi yang baik
dan aman, semua rambu-rambu batas kecepatan harus dipatuhi dengan benar,
pengemudi maupun penumpang harus selalu menggunakan seat belt saat kendaraan berjalan.
Alat pelindung diri wajib di pakai
seperti: safety helm, wearpack dan
safety shoes dipakai, semua kendaraan
kontrak harus memiliki jaminan asuransi, semua pengemudi kendaraan harus
mempunyai SIM dari kepolisian dan perusahaan (IMK), jumlah maksimum penumpang
dan barang harus sesuai dengan kapasitas angkut yang dijinkan untuk masing-masing
kendaraan, pengemudi harus memeriksa kondisi kendaraannya setiap hari sebelum
yang bersangkutan memulai mengoperasikannya. Pemeriksaan biasanya dilakukan
oleh security jaga sebelum masuk
kilang dan akan keluar area kilang
e)
Safety Walk And Talk (SWAT)
SWAT
merupakan kegiatan partisipasi aktif tingkat pimpinan dalam mengamati dan
berinteraksi dengan pekerja dengan tujuan memberikan kepedulian terhadap
masalah yang dihadapi pekerja, mengenai masalah pekerjaan termasuk aspek HSE,
sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan.
d.
Komunikasi
K3
1)
Safety Induction
PT Pertamina
(Persero) RU IV Cilacap menerapkan safety
induction sebagai upaya pengenalan perusahaan apabila ada tenaga kerja
baru, pengunjung, tamu undangan, maupun mahasiswa PKL akan diberikan safety Induction dari tim K3 untuk
mengetahui potensi-potensi bahaya yang berada di PT Pertamina (Persero) RU IV
Cilacap.
2)
Toolbox Meeting
PT Pertamina
(Persero) RU IV Cilacap telah diterapkan safety
talk setiap akan memulai pekerjaan kepada tenaga kerja dari pihak dalam
maupun pihak luar (mitra kerja) yang bertujuan untuk selalu mengingatkan serta
mengajak tenaga kerja akan pentingnya keselamatan kerja bagi diri sendiri,
orang lain serta lingkungan kerja.
3)
Morning Meeting
Morning Meeting kegiatan setiap pagi kecuali hari jumat yang dilakukan oleh teman-teman safety guna membahas apa yang sudah
dikerjaan dan apa yang akan dikerjakan serta membahas hal-hal yang memang perlu
dibicarakan seperti kecelakaan kerja dan permasalahan lainnya, mengevaluasi
kinerja kerja yang telah dilakukan, serta membuat target kerja yang akan
dilakukan hari itu, dan mendiskusikan bagaiamana penyelesaian suatu masalah
yang ada.
4)
Safety sign (Rambu-rambu K3)
Untuk menerapkan budaya K3 di PT
Pertamina (Persero) RU IV Cilacap telah dipasang beberapa rambu-rambu dan
gambar K3 di lingkungan kerja, seperti
peringatan bahaya yang ada di tempat kerja, larangan untuk masuk bagi yang
tidak berkepentingan, rambu-rambu harus berhenti di pertigaan serta ada juga
rambu-rambu tentang kewajiban memakai Alat Pelindung Diri (APD). Namun di
beberapa tempat, rambu-rambu K3 yang sudah
terlihat usang masih terpasang.
5)
Poster
K3
Dalam rangka membudayakan K3, di PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap telah
dipasang beberapa poster tentang K3 di lingkungan kerja. Poster K3 berfungsi
sebagai peringatan sekaligus dorongan kepada tenaga kerja dan orang lain untuk
dapat bekerja secara aman, sehat dan produktif.
e.
Dokumentasi
K3
PT Pertamina
(Persero) RU IV Cilacap telah mendokumentasikan semua kegiatan, prosedur,
pencapaian kinerja K3, pedoman-pedoman kerja, Tata Kerja Organisasi, Work Permit, HIRAC, Hazop, semua
dokumen-dokumen menyangkut Keselamatan Kerja dan Program-program terencana baik
yang telah terlaksana, in progress
maupun work planning, dsb.
f.
Pengendalian
Dokumen
PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap menerapkan
pengendalian dokumen di seluruh bagian terkait pendokumentasian dan data-data
perusahaan atau di semua unit yang dikelola oleh masing-masing fungsi terkait.
Ada beberapa dokumen yang dikendalikan dan disimpan, berbagai jenis dokumen di
perusahaan antara lain:
1)
Dokumen
Level I = Management Manual
Merupakan dokumen
utama yang menuangkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan
serta kualitas dan semua persyaratan ISO 9001:2008, ISO 14001:2004.
2)
Dokumen
Level II = Management Procedure
Merupakan dokumen
yang menjelaskan prosedur tiap proses lintas Divisi dan Departemen dan
merupakan penjabaran dari Dokumen Level I, serta mengacu pada persyaratan ISO
9001:2008, ISO 14001:2004 dan Manajemen Keselamatan Proses (MKP).
3)
Dokumen
Level III = Standard Operational
Procedure (SOP), Tata Kerja Organisasi (TKO), Pedoman, dsb
Menjelaskan cara
melaksanakan suatu pekerjaan yang dapat mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Lingkungan serta Kualitas yang menjelaskan hal-hal penting yang harus
dilakukan/diperhatikan disetiap proses kerja
tersebut.
4)
Dokumen
Level IV = Dokumen Pendukung
g.
Pengendalian
Operasi
Upaya
pengendalian yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap untuk
keselamatan kerja dalam aktivitas kerja pengoperasian, yaitu:
1)
APD,
di Perusahaan ini dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Standar APD wajib masuk ke tempat kerja.
Semua orang (pekerja, kontraktor dan tamu perusahaan)
ketika akan memasuki area, wajib mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti
helm keselamatan (safety helmet), wear pack (coverall), sepatu keselamatan.
b) Standar APD wajib masuk area proses dan area kerja maintenance.
Helm keselamatan (safety
helmet), sepatu keselamatan, wear
pack (coverall), kacamata
keselamatan (safety goggles), sarung
tangan, dan ear plug.
c) Alat Pelindung Diri (APD) khusus sesuai pekerjaannya.
(1)
Alat
perlindungan pernafasan yang digunakan di Perusahaan digunakan pada waktu
bekerja di lingkungan yang berdebu serta mengandung gas dan bahan berbahaya.
Terdapat beberapa jenis masker yang ada di perusahaan yaitu: Dust mask, dust mist, half mask cartridge,
dan full face mask canister.
(2)
Masker
chemical jika bekerja pada bahan
kimia.
(3)
Breathing Apparatus jika bekerja pada daerah yang mengandung uap berbahaya, confined space, digunakan juga untuk rescue dan evakuasi korban ditempat yang
mengandung gas berbahaya. Alat ini bisa tahan digunakan sampai 45 menit.
(4)
Emergency Life Support Apparatus (ELSA), digunakan untuk menyelamatkan diri dari paparan
dan keracunan gas berbahaya ke tempat yang lebih aman, alat ini tahan digunakan
hanya dalam waktu 15 menit saja.
(5)
Sarung
tangan jika bekerja pada daerah panas dan memakai pemukul.
(6)
Chemical Clothing yellow dan Chemical
Clothing white digunakan untuk jenis pekerjaan bagian katalis.
(7)
Ear plug/ear muff jika bekerja pada daerah
bising, dan lain-lain.
(8)
Standard
APD saat bekerja diketinggian yaitu :
(a) Safety
belt hanya bisa
digunakan dengan faktor jatul nol.
(b) Full
body harness dipakai jika
bekerja diluar pagar aman, yang dimaksud dengan pagar aman adalah : ada bordes
permanen, ada hand rail dengan
ketinggian minimal 104 cm, bordes
memiliki slip board.
(c) Pada pekerjaan menggunakan scaffolding maka semua personil yang akan naik scaffolding harus menggunakan full
body harness.
(d) Jika menggunakan gondola maka gondola harus diperiksa dan
di tagging laik pakai oleh HSE.
(e) Setiap pengikatan gondola minimal dilakukan dengan 2 tali
yaitu ada tali kerja dan tali pengaman.
2)
Log Out Tag Out (LOTO)
Lock Out adalah alat yang digunakan untuk mengunci suatu alat
pada saat diperbaiki, sehingga orang lain tidak bisa mengoperasikan. Tag
Out adalah tanda bahaya untuk memberi peringatan melarang
pengoperasian suatu alat, tanda tersebut hanya boleh dipasang dan dilepas oleh
orang yang memiliki otorisasi sesuai Peta Otorisasi Gas safety Inspector (GSI). Prosedur ini mengharuskan tag ditempelkan ke perangkat
terkunci menunjukkan bahwa ini tidak boleh diaktifkan. Prosedur Lock Out Tag Out (LOTO) di PT Pertamina
RU (Persero) IV yaitu:
a) Setiap ada pekerjaan yang harus mengisolasi Power Listrik maka harus dilakukan Lock Out Tag Out (LOTO).
b) Gembok ada 3 warna (merah untuk alokasi ahli teknik
listrik, putih untuk alokasi GSI dan biru untuk alokasi ahli teknik pelaksana).
Setelah di Lock Out Tag Out (LOTO)
maka area harus ditagging.
3)
Work Permit
PT Pertamina
(Persero) RU IV menerapkan Work Permit atau
Surat Izin Kerja (SIKA) sebagai otorisasi izin kerja sebelum pekerjaan dimulai.
Untuk jenis Surat Izin Kerja Aman yang
digunakan di PT Pertamina (Persero) RU IV antara lain:
a)
Surat
Izin Kerja Panas
b)
Surat
Izin Kerja Dingin
c)
Surat
Izin Memasuki Ruangan Terbatas
d)
Surat
Izin Penggalian dan atau Pergerakan Alat Berat
e)
Surat
Izin Kerja Bawah Air
f)
Surat
Izin Kerja Radiasi
g)
Izin
Kerja Listrik dan Instrumen
h)
Pengendalian
Dalam hal Penonaktifan Sistem PengamananVital.
i)
Surat
Izin Penggunaan Listrik >50 Volt dalam Ruangan Terbatas.
j)
Surat
Izin Penutupan Jalan
k)
Surat
Izin Kerja Memotret di Kawasan Kilang
l)
Surat
Izin Kerja Khusus
Surat Izin Kerja tidak diperlukan pada pekerjaan sebagai berikut:
a)
Pekerjaan
rutin yang dilakukan oleh pekerja Produksi.
b)
Pekerjaan
di Fire Station.
c)
Pelatihan
pemadaman kebakaran (Fire Training Ground)
4)
Material Safety Data Sheet (MSDS)
HSE-Occupational health selalu mengupdate Faktor kimia di tempat kerja,
jenis-jenis bahan kimia beserta bahayanya terhadap kesehatan yang serta
penempatan poster MSDS di seluruh Unit di PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.
Memantau, mengawasi dan mengevaluasi up-dating dan sosialisasi Material Safety Data Sheets (MSDS)
sehingga MSDS dipastikan dipahami oleh pekerja yang terkait. MSDS RU IV dapat
dilihat pada lampiran 10.
5)
Sistem
Tanggap Darurat
Rencana tanggap darurat sangat diperlukan
untuk menanggulangi jika terjadi
kebakaran, bocoran gas atau minyak besar baik dari pipa, tanki, vessel, ataupun
mobil tanki, bocoran yang besar dari bahan kimia berbahaya, kecelakaan yang
menimpa manusia atau yang memerlukan pertolongan darurat, dan kegagalan tenaga,
air pendingin, uap atau angin instrumen.
Tanggap darurat yang diberlakukan di perusahaan yaitu tentang Pre Fire Planning dan pemadaman
kebakaran, karena potensi bahaya terbesar yang ada yaitu kebakaran dan
peledakan. Pre Fire Planning yaitu
suatu survei terhadap potensi bahaya dari suatu kegiatan yang dapat menimbulkan
kerugian, kegagalan operasi bahkan kebakaran yang tertuang dalam bentuk rencana
langkah-langkah penanggulangan dari masing-masing fungsi terkait.
Dalam
pelaksanaannya, hal-hal yang harus diketahui yaitu:
a.
Size-up proses,
yaitu mengevaluasi secara terus-menerus terhadap situasi dan semua fungsi
terkait untuk turut menentukan sukses tidaknya suatu operasi penanggulangan
keadaan darurat.
b.
Struktur
data, informasi mengenai kondisi bangunan/unit proses, seperti bentuk
konstruksi, jenis peralatan dan sebagainya serta spesifikasi khusus yang ada
pada sarana tersebut sampai mendapatkan solusi penanggulangannya.
c.
Proses
data, informasi mengenai proses pengolahan bahan, sistim proteksi apakah
mesin/peralatan proses dapat menimbulkan bahaya peledakan, radiasi panas yang
berlebihan ataupun bahaya listrik dan untuk memudahkan didalam proses data
perlu kajian sesuai P & ID (Piping
& Instrumentation Diagram), gambar situasi dan lokasi.
d.
Line safety data, informasi mengenai lokasi dan jalan penyelamatan diri,
penerangan darurat dan lampu penunjuk jalan keluar (jalur evakuasi) dan sarana
tempat berkumpul.
e.
Utility control data, informasi mengenai lokasi dan cara menghentikan bahan
bakar (proses pengolahan/Plant ESD
dan Emergency Arrow Diagram).
f.
Hazardous material data, informasi mengenai bahaya bahan yang diolah atau
disimpan, data tersebut meliputi identifikasi bahan yang berbahaya, lokasi dan
jumlahnya serta sistem proteksi apabila terjadi kebakaran.
g.
Data
instalasi pemadam tetap Fixed Fire
Protection System Data, informasi mengenai lokasi dan media pemadam, alarm, sprinkler/deluge valve, pompa pemadam, hydrant maupun layout Fire
Water Line.
h.
Alat
pemadam portable, informasi mengenai lokasi dan jenis media portabel fire extinghuiser, wheleed fire extinghuiser
dan kemampuannya.
i.
Regu
pemadam, jumlah anggota pemadam pershift dibantu
Tim Bantuan Keadaan Darurat di dalam melaksanakan pekerjaan serta tugas dan
tanggung jawabnya.
j.
Salvage data,
identifikasi bahan-bahan yang harus dilindungi atau segera dikeluarkan pada
saat terjadi keadaan darurat/kebakaran.
Sistem Tanggap darurat Pre Fire
Planning di PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap telah tertuang dalam Tata
Kerja Operasi Pembuatan Skenario dan Pelaksanaan Pre Fire Planning. Dalam pembuatan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran bagian K3LL bertanggung jawab
untuk mengkoordinir pembuatan Pre Fire
Planning dan melaksanakan latihan bersama bidang terkait:
a.
Bagian
K3LL mengkoordinir dan meminta pembuatan Pre
Fire Planning.
b.
Pengumpulan
data oleh fungsi terkait, mengumpulkan data sebanyak mungkin mengenai struktur
bangunan/Plant, isi proses, bahaya
dan kemampuan sarana pemadam yang ada di dalam bangunan/Plant tersebut. Didalam pengumpulan data juga diperlukan
pemeriksaan lapangan untuk mengetahui lokasi bahaya kebakaran yang telah
diperkirakan dan meyakinkan kondisi operasi sarana pemadam yang ada.
c.
Merancang
skenario kejadian keadaan darurat oleh fungsi tekait, yang perlu dilakukan
yaitu
1)
Pengolahan
data
2)
Pemilihan
lokasi/Plant yang akan dijadikan
objek Pre Fire Planning;
3)
Memprediksi
besarnya tumpahan penyebaran gas, radiasi panas atau peledakan dapat
memanfaatkan hasil Hazard Analysis atau dengan menggunakan perangkat lunak yang
ada (Archie Program). Hasil dari
perhitungan tersebut di plot ke dalam
peta lokasi/Plant tempat kejadian
kemudian dievaluasi untuk menentukan rencana tindakan penanggulangan yang
diperlukan.
d.
Rencana
tindakan
Untuk pengendalian keadaan darurat dibuat
oleh pemegang Asset Pengendalian Operasi Kilang dalam keadaan darurat dengan
menggunakan prosedur operasi yang sudah ada di unit operasi masing-masing
seperti, Mengaktifkan Emergency Shut Down
(ESD), gunakan Emergency Arrow Diagram (EAD),
gunakan STK pengendalian Keadaan darurat/Emergency
Procedure. Dalam pelaksanaannya dilakukan oleh bagian operasi atau untuk
kegiatan dilapangan, mungkin diperlukan kerjasama dengan regu pemadam kebakaran
seperti menutup valve yang terpapar
radiasi panas atau rescue, dsb.
e.
Tindakan
Penanggulangan Keadaan Darurat dibuat Bagian K3LL
Berdasarkan prosedur penanggulangan
Keadaan Darurat bahwa setiap kejadian kebakaran harus dapat
dikendalikan/diatasi dalam perkiraan waktu sesuai perhitungan unit operasi.
Dari ketentuan perkiraan waktu dapat diuraikan langkah-langkah regu pemadam
dalam melakukan penanggulangan dengan menurut prioritas keperluannya (action list). Waktu response yaitu waktu menerima berita/alarm sampai regu
pemadam siap melakukan pemadaman (Air Pemadaman sampai di nozzle). Tindakan penanggulangan dilakukan sesuai,
sejalan/bersamaan waktunya dengan kegiatan pengendalian operasi kilang
(kerjasama/Action list).
f.
Evaluasi
Semua tindakan dari fungsi operasi, Engineering maupun K3LL dievaluasi
dengan mendistribusikan Pre Fire Planning
dan melaksanakan latihan bersama Pre
Fire Planning yang telah selesai didiskusikan ke semua bagian terkait untuk
dipelajari dan dilakukan latihan bersama yang bertujuan untuk mengidentifikasi
kelemahan-kelemahan saat melakukan penanggulangan, membiasakan bagi
petugas/operator dalam mengenali peralatan/sarana pemadam serta Plant tersebut sesuai objek Pre Fire Planning, kelemahan-kelemahan
pada sistem penanggulangan harus diperbaiki berdasarkan masukan dari bagian
terkait, menjadikan Pre Fire Planning sebagai
acuan dalam penanggulangan keadaan darurat pada Plant yang sudah ditentukan dan
dapat dilaksanakan oleh setiap fungsi terkait.
g.
Setelah
rencana Pre Fire Planning diuji,
diperbaiki/diterima oleh semua bagian terkait maka harus diberlakukan Pre Fire Planning untuk dikaji ulang
untuk mendapatkan hasil yang optimal.
2. Pemeriksaan
dan Pengawasan
a.
Safety Patrol
Safety Patrol adalah kegiatan patroli berkeliling kilang yang rutin
dilakukan oleh Safety
Section. Kegiatan ini rutin
dilakukan di pagi dan siang hari.
Kegiatan ini berguna untuk
intervensi dan sebagai fungsi pengawasan memantau kegiatan yang sedang
berlangsung di lapangan apakah ada
pelanggaran mengenai keselamatan kerja atau tidak. Apabila ditemukan unsafe act maupun unsafe condition maka petugas Safety
berkewajiban untuk menindaklanjuti hal tersebut, biasanya dengan pemberian Safety violence.
b.
Pengukuran
Kinerja K3
Pengukuran
Kinerja K3 biasanya diadakan setiap tahun untuk melihat seberapa besar pencapaian
kinerja K3 di perusahaan.
c.
Penyimpanan
Rekaman/ laporan-laporan
Laporan-laporan
disimpan selama 6 bulan di kantor, dan di evaluasi dengan perhitungan kinerja
K3 setiap bulannya. Jika telah habis masanya maka laporan-laporan tersebut akan
di pindahkan ke gudang.
d.
Inspeksi
Inspeksi dilakukan
di lapangan setiap hari, baik itu pekerjaan rutin maupun non rutin. Biasanya
akan dilakukan SIDAK atau inspeksi mendadak pada pekerjaan non rutin yang
beresiko tinggi untuk menilai aktivitas dan progress
kinerja mitra kerja.
e.
Investigasi
Kecelakaan
Investigasi
kecelakaan dilakukan segera setelah terjadinya kecelakaan dengan dibantu oleh
pihak-pihak yang berwenang, untuk segera di tindaklanjuti sesuai Tata Kerja
Operasi investigasi/penyelidikan kecelakaan (dapat dilihat pada lampiran 11)
f.
Pelaporan
Kecelakaan
Jika
terjadi kecelakaan, baik itu kecelakaan kecil maupun fatality maka harus dilaporkan ke HSE dan pihak yang berwenang yang
akan menindaklanjuti.
g.
Audit
K3
Biasanya
dilaksanakan setiap 2 tahun sekali untuk menilai semua aspek K3 maupun aspek
lingkungan dan kinerja atau pencapaian K3 di PT Pertamina RU (Persero) IV
Cilacap.
3. Pengelolaan
Lingkungan
1.
Sistem Manajemen Lingkungan
PT Pertamina
(Persero) RU IV Cilacap telah melakukan pengembangan Sistem Manajemen
Lingkungan dengan standar persyaratan internasional ISO 14001 dan dengan
diterapkanya suatu standar Sistem Manajemen Mutu yang telah mendapatkan
sertifikasi sebagai tools untuk aplikasi manajerialnya. Penerapan SML di
lingkungan PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap antara lain seperti adanya
pencatatan data-data buangan sisa-sisa produksi dari tiap bagian produksi.
Pihak manajemen PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap juga selalu mengeluarkan
kebijakan yang berkaitan dengan SML sebagai pedoman bagi seluruh pekerja untuk
bekerja sesuai dengan SML PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. Metode
pengolahan limbah secara fisika, kimia dan biologi juga digunakan oleh PT
Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dengan menggunakan unit-unit pengolahan
limbah. Beberapa unit pengolahan juga disesuaikan dengan jenis limbah yang
dihasilkan selama proses pengolahan limbah minyak bumi. Unit-unit pengolahan
limbah cair di PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap yang meliputi: Sour
Water System (SWS), Corrugated Plate
Interceptor (CPI), Holding Basin (HB)
dan Rotating Biological Contactor (RBC)
yang hanya tedapat di Kilang Minyak Paraxylene.
a.
Limbah
Cair
Pada dasarnya prinsip dari pengolahan air
limbah adalah menghilangkan unsur-unsur yang tidak dikehendaki dalam air limbah
secara fisik, kimia ataupun biologi. PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
dalam mengolah limbah cairnya tidak dilakukan pada tiap-tiap unit, namun limbah
dari beberapa unit digabung menjadi satu baru kemudian diolah. Limbah cair
pengolahannya dilakukan secara bertahap meliputi: Sour Water Stripper (SWS), Corrugated
Plate Inceptor (CPI) dan Holding
Basin.
1) Sour
Water Stripper (SWS)
Unit ini dirancang untuk mengolah sour water dari Visbreaking
Unit, Naptha Hydrotreating Unit, High Vacum Unit, Crude Distillation Unit, AH
Unibon, Destillaten Hydrotreating Unit yang mengandung H2S, NH3,
fenol, CO2, merkaptan, cyanide
dan pada hydrocrackingsour water
terdapat fluorida. Unit ini dirancang untuk dapat membersihkan 97% dari H2S
yang kemudian dibakar di flare, sedang air bersih yang tersisa dapat digunakan
kembali. Dalam sour water H2S
dan NH3 terdapat dalam bentuk NH4HS yang merupakan garam
dari basa lemah dan asam lemah. Didalam larutan ini, garam terhidrolisa menjadi
H2S dan NH3.
Reaksi :
NH4 + H2S NH3
+ H2S
H2S dan NH3 bebas
sangat mudah menguap dalam fase cair. Gas H2S dan NH3
dapat dipisahkan dengan menggunakan steam sebagai stripping medium atau steam
yang terjadi dari pemanasan sour water
itu sendiri (dalam reboiler).
2)
Corrugated Plate Interceptor (CPI)
Merupakan jenis alat atau bangunan penangkap minyak yang
berfungsi untuk memisahkan air dan minyak dengan menggunakan plate sejajar, dibuat dari fiber glass yang bergelombang yang
dipasang dengan kemiringan tertentu, bekerja secara gravitasi yang mampu
memisahkan partikel minyak sampai dibawah 150 mikron dengan menggunakan
permukaan pemisah tambahan berupa plat sejajar maka didapatkan proses pemisahan
dalam kondisi laminer dan stabil. Kecepatan aliran dari plat yang bergelombang
dan perbedaan spesifik grafiti antara minyak dan air menyebabkan minyak akan
naik ke atas, sedangkan air akan turun kebawah yang kemudian masuk parit dan
akhirnya ke Holding Basin untuk
diolah lebih lanjut sebelum dibuang ke badan air penerima (Sungai Donan).
3)
Rotating Biological Contactor (RBC)
RBC
merupakan unit pengolahan air limbah yang digunakan untuk
mengurangi kandungan senyawa organik di dalam air limbah yang dihasilkan dari
Kilang Paraxylene.
4)
Holding Basin
Holding basin adalah kolom untuk menahan genangan minyak bekas buangan pabrik supaya
tidak lolos ke badan air penerima, dengan perantaraan skimmer (penghisap minyak di bagian tengah), dan baffle (untuk menahan agar minyaknya
tidak terbawa ke badan air penerima). Selanjutnya genangan minyak ditampung
pada sump pit kemudian dipompakan ke
tangki slops untuk di recovery. Holding basin dibuat dengan tujuan untuk mencegah pencemaran
lingkungan, khususnya bila oil water
sampai lolos ke badan air.
Selain unit-unit pengolahan limbah di atas, PT Pertamina (Persero) RU IV
Cilacap juga memiliki unit pengolahan baru yaitu Instalasi Pengolah Air Limbah
(IPAL) yang dibangun tahun 2010 dengan konsorsium kontraktor ELNUSA dan PT
ESWARICO TAMA dan mulai beroperasi tahun 2011. IPAL ini didirikan sebagai
sebuah upaya konkrit PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dalam mengolah limbah
demi menjaga kualitas lingkungan. Pembangunan IPAL ini juga dimaksudkan untuk
menjamin terpenuhinya pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kilang RU IV Pertamina.
b.
Limbah
Gas
Untuk menghindari pencemaran udara dari bahan-bahan buangan gas maka
dilakukan penanganan terhadap bahan buangan tersebut dengan cara :
a)
Dibuat
stack/cerobong asap dengan ketinggian
tertentu sebagai alat untuk pembuangan asap.
b)
Gas-gas
hasil proses yang tidak dapat dimanfaatkan dibakar dengan menggunakan flare.
Limbah gas yang ada misalnya high sulfur, flue gas dan gas flare. Untuk high sulfur
dialirkan ke kilang Liquified Petroleum Gas (LPG) dan Sulfur Recovery
Unit (SRU) untuk diolah, yang kemudian menghasilkan Liquified Petroleum
Gas (LPG) dan sulfur cair. Untuk limbah jenis flue gas dilakukan monitoring emisi oleh Continous Emission
Monitoring System (CEMS) yaitu rangkaian peralatan untuk melakukan
pemantauan kualitas emisi secara terus menerus. Sedangkan untuk limbah gas
berjenis gas flare sebagian menjadi flare dan sebagian dilakukan pengolahan
dengan waste gas compressor yaitu untuk recovery gas yang masih
dapat dimanfaatkan, yang semula akan menuju flare. Mengurangi emisi gas flare
dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam.